Yakin sama?
Saya mulai suka jalan-jalan tuh sekitar tahun 2006 atau 2007 lah, lupa. Kendalanya standar, gak
punya uang atau gak punya waktu :D Sejak saya sekolah di Malaysia, kebetulan
juga sempat bekerja, jadi agak longgar tentang keuangan. Uang dari orangtua
juga cukup, apalagi setelah diirit-irit, malah bisa nabung buat jalan-jalan.
Waktu? Lumayan banyak. Libur semesteran ada. Bahkan sejak ambil S3, waktu saya
jadi banyak luang ahahah males nesis juga kali ya :D Sempet pulang ke Indonesia
dua tahun, selain dapet pacar juga dapet kerjaan. Alhamdulillah. Walaupun belum mapan
kerjanya, tapi ada aja rezeki untuk jalan-jalan :D Sampai sekarang, kepala saya
masih penuh sama keinginan ke sini, ke situ. Banyak maunya!
Temen-temen ingin ke mana?
Oh, ke Korea.
Apa? Keliling Eropa?
Waaaah seru pasti yaa
Dataran Tiongkok? Bisa
belanja-belanja ya, kak!
Omong-omong, pernah
kepikiran melakukan persiapan untuk jalan-jalan di luar tiket, visa, uang sangu dan
itinerary, gak? Yakin budayanya sama? Yakin tidak akan menemukan
kejutan-kejutan seru selama jalan-jalan? Hihi...
Dari yang saya baca,
banyak pejalan-jalan yang cenderung hanya menyiapkan persiapan fisik saja untuk
bepergian. Fisik itu bukan tentang badan saja, lho ya. Tapi berhubungan sama
dokumen, akomodasi, uang saku dan sejenisnya. Saking semangatnya, paling-paling
cari informasi tentang what-to-do dan where-to-go saja. Tidak semua memang,
tapi banyak juga yang lupa tentang mencari tahu bagaimana sih budaya di sana? Aturan
dan norma apa yang berlaku, dan bagaimana jika melanggar? Makanannya gimana ya?
Oh, bawa bekal saja. Wah..gak pingin coba makanan khas, kah? Gak pingin tau
orang lokalnya seperti apa? Kira-kira akan ada kesulitan apa ya? Ah,
tenang..temen seperjalanan kan jago Bahasa Inggris :D Atau menyerahkannya
kepada Travel Agent? :D
Ada persiapan mental, di
luar persiapan fisik yang sebaiknya dilakukan oleh para pejalan-jalan. Ya,
memang sih, seringnya kita mengunjungi suatu tempat itu dalam waktu yang
singkat. Tapi bukan berarti tidak ada hal-hal di luar kebiasaan yang akan
dialami kan? Bisa jadi setelah makan bubur untuk sarapan kemudian kamu diare :D
atau tiba-tiba kamu bermasalah ketika ingin menawar barang, atau malah ditolak
supir taksi atau dimarahi penjaga restoran karena berbagi satu menu dengan
temanmu. Persiapan mental ini luas, tapi intinya bertujuan untuk mempersiapkan
diri dalam menghadapi hal-hal yang berbeda ketika berhadapan dengan satu budaya
baru, sehingga bisa menerima, memaklumi, paham dan bahkan beradaptasi dengan
budaya yang dianggap asing itu.
Ketika bertemu budaya yang
baru dan dianggap asing, kita mengalami apa yang disebut dengan gegar budaya
(culture shock). Gegar budaya ini tidak hanya dialami oleh mereka yang akan
tinggal lama di suatu tempat baru. Konon, gegaar budaya baru akan dialami setelah
seseorang tinggal di satu tempat selama 1-3 bulan, bergantung sesering apa
interaksi dia dengan lingkungannya. Tapi ternyata, mereka yang menyebut dirinya
turis pun bisa mengalami gegar budaya ini. Walaupun mungkin efeknya tidak
seperti orang-orang yang tujuannya bermigrasi ya.
Rasa bingung, cemas atau
takut yang kemudian membatasi gerak selama berjalan-jalan juga merupakan bagia
dari gegar budaya. Bingung bagaimana mau
bertanya jalan anu. Harus naik apa kalau mau ke tempat anu. Dan anu-anu lainnya
^^
Apa aja sih persiapan
mental yang bisa dilakukan sendiri? Banyak :)
Bisa dimulai dengan
kemauan untuk tahu tentang budaya itu.
Zaman internet ini sangat
memudahkan untuk mencari informasi. Carilah info tentang tempat tujuan dengan
sebanyak-banyaknya. Cari tahu budaya lokal, bahasa yang digunakan, kebiasaan
mereka, bagaimana bersopan santun. Bagaimana gerak tubuh yang sopan dan tidak,
jadi jangan sampai salah. Bagaimana panggilan kepada orang lokal; seperti Aa,
Mas, Mbak, Teteh, Kakak dan lainnya. Cari tahu juga jenis makanan mereka
seperti apa. Pelajari kalimat-kalimat umum yang biasa digunakan dalam bahasa
lokal. Masih banyak lagi, hal-hal yang kadang terlewat untuk disiapkan.
Hal yang tidak boleh
dilupakan dari suatu perjalanan adalah bahwa kita memasuki area budaya baru.
Saya sudah lama tinggal di Cirebon, budaya Sunda dan Jawa Tengah adalah ya ekstraknya di sana :D Tapi ketika berkunjung ke Jogja selama 13 hari, tahun
lalu, saya menemukan banyak hal yang I took it for granted. Saya tidak cari
tahu, padahal saya tahu bahwa saya harus mencari tahu. Mumet gak? :D Saya
pernah ke Jogja beberapa kali, I thought I knew the culture, in fact I didn’t.
Waktu ke Jogja itu, ada beberapa hari saya jalan sendiri keliling dengan
naik-turun kendaraan umum, duduk di alun-alun dan Malioboro sendiri, ngobrol
sama orang lokal. I learnt a lot! Beberapa kali gagal paham waktu dikasih tau arah, salah pesan minum, yah..sepele sih, yet It was a lesson. Tapi saya juga tahu bahwa persiapan mental
saya tidak mantap waktu itu, alasan sibuk kerja, tidak sempat lagi browsing :P
Ini, tiba-tiba saya ingin
nulis tentang persiapan sebelum bepergian karena baru baca-baca lagi beberapa
artikel tentang gegar budaya. Kebanyakan dari mereka yang bepergian ke budaya
lain tidak menyiapkan diri secara mental untuk menghadapi budaya tamu. Sebagai akibatnya,
sering nyela karena bahasa aneh, konflik dengan orang lokal, belanja dengan
harga lebih mahal, tidak punya teman, ketika susah tidak ada yang bantu, susah
cari taksi dan lain sebagainya.
Jadi, let’s try not take
everything for granted, most importantly when it deals with culture. None of
the culture in this world is the same. Even similar is not identical :)
Kapan kita jalan-jalan
lagi?
0 komentar